Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Mempertahankan Integritas Bangsa Indonesia - Sejarah - Kelas XII SMA
Perjuangan Bangsa Indonesia Dalam Mempertahankan Integritas Bangsa Indonesia
A. Penataan Politik
Belum berfungsinya lembaga-lembaga seperti parlemennya menyebabkan institusi-nstitusi bentukan Jepang seperti PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) masih mengambil peranan penting dalam penataan politik di awal kemerdekaan. Sidang-sidang PPKI dilaksanakan antara lain tanggal 18, 19 dan 22 Agustus 1945, dan terpilihnya Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI antara lain ditentukan oeh sidang PPKI.
Perubahan penting terjadi ketika para elit politik Indonesia memutuskan untuk mengubah sistem pemerintahan menjadi sistem parlementer yang berarti sesuai dengan ketentuan UUD'45. Penerapan sistem parlementer dengan Perdana Mentri I Sultan Sjahrir (Ketua Badan Pekerja KNIP) dibutuhkan oleh Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Sejak saat itu, kekuasaan Presiden Soekarno berkurang, dan Sutan Sjahrir mengambil alih jalannya pemerintahan RI.
B. Penataan Ekonomi
Langkah-langkah pemerintah RI untuk melakukan normalisasi kondisi ekonomi antara lain:
- 1. Melakukan Pinjaman Nasional
- 2. Mengeluarkan Orang Republik Indonesia (ORI)
- 3. Plan Kasimo
- 4. Mendirikan Badan Perancang Ekonomi (BPE)
- 5. Indoof (Indonesia Office)
- 6. Membuka Pelabuhan di Sumatra
- 7. Konferensi Badan Perancang Ekonomi (BPE)
C. Ancaman Disintegritas Bangsa Terutama Dalam Bentuk Pergolakan dan pemberontakan
Instabilitas situasi politik ekonomi pasca proklamasi diperparah oleh meletusnya oposisi bersenjata terhadap beberapa kebijakan pemerintah yang populis.
Gerakan oposisi bersenjata yang meletus periode 1945 - 1949 antara lain:
1. Pemberontakan PKI Madiun (1948)
Jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin disebabkan oleh kegagalannya dalam perundingan Renvile yang sangat merugikan Indonesia dan menguntungkan Belanda.Wilayah Republik Indonesia semakin berkurang, sehingga wilayah Indonesia menjadi sempit. Tanggal 23 September Januari 1948, Amir Syarifudin menyerahkan mandatnya kepada Presiden RI. Presiden kemudian menunjuk Moh. Hatta untuk membentuk kabinet.
Hatta melakukan Blunder dengan cara meyusun kabinet tanpa campur tangan golongan sayap kiri atau sosialisasi. Sehingga Amir yang telah menyerah mandatnya kepada pemerintah RI kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang mempersatukan semua golongan sosialisasi kiri dan komunis pada tanggal 11 Agustus 1948 Amir syarifudin kemudian bergabung dengan MUSO yang tiba dari Moskow MUSO dikirim oleh pimpinan gerakan komunis Internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atau negara republik Indonesia dari tangan kaum Nasionalis.
Disusunlah doktrin yang dikenal bernama "Jalan Baru". Sesuai dengan doktrin itu, ia melakukan fusi antara partai sosialis, partai buruh, dan lain-lain menjadi PKI.
Pokok-pokok Jalan Baru atau koreksi besar yang dilakukan oleh MUSO berisi:
- 1. Sejak proklamasi seharusnya sudah muncu dan berperan sebagai pemimpin revolusi.
- 2. Persetujuan Renvile adalah kesalahan besar yang mencelakakan dan berbau reaksioner
- 3. Kabinet Amir seharusnya tidak mengundurkan diri, sebab pokok disetiap revolusi adalah kekuasaan negara
- 4. Untuk sementara perlu dibentuk Front Nasional
Puncak gerakkan yang dilakuakan oleh PKI terjadi pada tanggal 18 September 1948, yaitu dengan pernyataan tokoh-tokoh PKI tentang berdirinya Soviet Republik Indonesia yang bertujuan mengganti dasar pancasila dengan dasar komunis.
PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta. Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wild west). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya.
Umum menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Divisi Siliwangi dibawah pimpinan panglima Besar Jendral Sudirman memerintahkan kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan kolonel sungkono di Jawa Timur untuk menumpas PKI di Madiun.
2. DI / TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)
Penandatangan perjanjian Renvile tangga 17 Januari 1948 tidak saja mempunyai akibat di bidang politik, melainkan juga berpengaruh di bidang politik, melaiankan juga berpengaruh di bidang militer, sebagai konsekuensi logis dari hasil kristalisasi niai-nilai pertemuan antara pihak- pihak yang mengadakan perundingan.
Dalam bidang militer pasukan-pasukan RI harus mundur dari kantong-kantong perjuangan menuju wilayah yang masih dikuasai Republik.
Hijrahnya pasukan Siliwangi dari wilayah Jawa Barat dikuasai Belanda menuju Jawa Tengah yang dikuasai RI telah menimbulkan adanya suatu kekosongan pemerintah RI di Jawa Barat . Kondisi inilah yang kemudian dijadikan sebuah kesempatan oleh apa yang dinamakan gerakan D1 / TII untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan D1 / TII yang dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo ini memang merupakan suatu gerakan yang menggunakan motif-motif Ideologi agama sebagai dasar penggeraknya. Perbedaan ideologi mengenai dasar Negara sebenarnya sudah ada sebelum proklamasi Negara Islam In- donesia itu sendiri Namun adanya musuh bersama, dalam hal ini Belanda, mendorong para pemimpin bangsa Indonesia untuk mengesampingkan perbedaan-perbedaan ideologi tersebut.
Upaya yang dilakukan kartosuwiryo:
1. Konferensi di Cisayong Tasikmalaya (10 - 11 Februari 1948)
Keputusan yang diambil adalah merubah sistem ideologi Islam dari bentuk kepartaian menjadi bentuk kenegaraan yaitu menjadikan Islam sebagai idelogi negara.
2. Konferensi di Cijoho (1 mei 1948)
Hasil yang dicapai adalah apa yang disebut ketatanegaraan Islam yaitu membentuk suatu dewan imamah yang dipimpin langsung oleh Kartosuwiryo. Selain itu disusun semacam UUD yang disebut kanun Azazi yang menyatakan pembentukan negara Islam Indonesia dengan hukum tertinggi Al- Qur'an dan Hadist.
Gerakan DI/TII akhirnya tetap menjadi sebuah pemberontakan daerah, sampai akhirnya SM. Kartosuwirjo tertangkap tanggal 4 JUni 1962 dalam sebuah operasi yang bernama Pagar Betis. Dengan penangkapan dan pelaksanaan hukuman mati terhadap SM. Kartosuwirjo, maka berakhirlah pemberontakan yang terorganisir di Jawa Barat selama lebih dari 10 tahun.
DI / TII KALIMANTAN SELATAN
DI/TII
Kalimantan dipimpin Ibnu Hajar (bekas Letnan dua TNI) Di daerah Kalimantan Selatan, Ibnu Hajar beserta dengan pasukan yang diberi nama Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRYT), melakukan berbagai aksi penyerangan terhadap pos-pos TNI di daerah tersebut.
Selanjutnya, karena Ibnu Hajar tidak mau menyerah maka pemerintah terpaksa mengambil tindakan tegas guna menumpas gerombolan Ibnu Hajar. Pada Tahun 1959 gerombolan tersebut berhasil dihancurkan dan Ibnu Hajar berhasil ditangkap.
DI/TII Jawa Tengah
Dipimpin Amir Fatah bekerja sama dengan Kartosuwiryo bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudiandiangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini.Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu).
Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi- Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-MerbabuComplex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.
DI/TII Aceh
Dipimpin Tengku Daud Beureueh Latar BelakangAdanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah,pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh.
Pada tanggal 20 September 1953 Tengku Daud Beureueh memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo.Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombonasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
DI/TII Sulawesi Selatan
Dipimpin Kahar Muzakar. Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya SulawesiSelatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. TenyataKahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya.
Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara danTetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.
3. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) atau Kudeta 23 Januari
Adalah peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1950 dimana kelompok milisi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota Bandung dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.
Gerakan APRA didasari adanya kepercayaan rakyat akan datangnya seorang Ratu Adil yang akan membawa mereka ke suasana yang aman dan tentram serta memerintah dengan adil dan bijaksana, seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya.
Tujuan Gerakan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada Negara-negara bagian RIS.
Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling merencanakan untuk mengulang tindakannya. Pada 25 Januari, Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam waktu itu.
Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda, menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne Sun memberitakan di halaman muka: "Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia Tenggara." Duta Besar Belanda di Amerika Serikat, van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung dilakukan oleh "de zwarte hand van Nederland" (tangan hitam dari Belanda).
4. Republik Maluku Selatan (RMS)
Adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan terror di pengasingan, Belanda.
Pemerintah RMS yang pertama di bawah pimpinan dari J.H. Manuhutu, Kepala Daerah Maluku dalam Negara Indonesia Timur (NIT).
Setelah Mr. dr. Chris Soumokil (Mantan Jaksa Agung NIT yang merupakan underdog Belanda) dibunuh secara ilegal atas perintah Pemerintah Indonesia, maka dibentuk Pemerintah dalam pengasingan di Belanda di bawah pimpinan Ir. [Johan Alvarez Manusama], pemimpin kedua [drs. Frans Tutuhatunewa] turun pada tanggal 24 april 2009. Kini mr. John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Tagal serangan dan aneksasi ilegal oleh tentara RI, maka Pemerintah RMS, di antaranya, Mr. Dr. Soumokil, terpaksa mundur ke Pulau Seram dan memimpin guerilla di pedalaman Nusa Ina (pulau Seram). Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer, dan dilaksanakan di Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 12 April 1966.
Pada bulan September 2011, Jendral Kivlan Zen purn. mengaku dalam wawancara dengan Global Post bahwa Kerusuhan Ambon sebenarnya rekayasa dari para elit RMS dan Pendukung RMS di Belanda. Mereka membuat skenario yang seolah-olah TNI dan Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan destabilisasi Maluku secara politik dan ekonomis. Dalam skenario ini dibuat seolah-olah RMS dipersalahkan dengan sengaja dan dikambinghitamkan. Mereka memakai kalimat-kalimat seperti:
"Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku.
Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena.
5. Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta ( PRRI-Permesta)
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957). Tanggal 10 Februari 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
2. Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
3. Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
4. Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
5. Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari:
- Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
- Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
- Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
- Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat
6. GESTAPU (GERAKAN SEPTEMBER 30)
A. Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Sebelum Terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ideologi Pancasila menghadapi berbagai tantangan besar sejak tahun 1959, ketika Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. Pada waktu itu terjadi ketegangan sosial politik yang menjadi-jadi. Kondisi politik menjadi panas karena antarpartai politik saling mencurigai, antara partai politik dengan ABRI serta antara keduanya dengan Presiden. Mereka saling bersaing untuk saling berebut pengaruh atau mendominasi. Begitu pula pada masa Demokrasi Terpimpin kondisi ekonomi sangat memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional.
Prinsip Nasakom yang diterapkan waktu itu memberi peluang kepada PKI dan organisasi pendukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Dalam memanfaatkan peluang tersebut PKI menyatakan sebagai partai pejuang bagi perbaikan nasib rakyat dengan janji-janji seperti kenaikan gaji atau upah, pembagian tanah dan sebagainya. Oleh karena itu PKI banyak mendapatkan pengaruh dari para petani, buruh kecil atau pegawai rendah sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwira ABRI.
B. Pemberontakan G 30 S/PKI dan Cara Penumpasannya
Sebelum melakukan pemberontakan, PKI melakukan berbagai cara agar mendapat dukungan yang luas di antaranya sebagai berikut:
- 1. PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang perbaikan nasib rakyat serta berjanji akan menaikkan gaji dan upah buruh, pembagian tanah dengan adil, dan sebagainya.
- 2. PKI juga mencari pendukung dari berbagai kalangan mulai dari para petani, buruh kecil, pegawai rendahan baik sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, intelektual, dan para perwira ABRI.
- 3. Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik sehingga memengaruhi terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya, semua organisasi yang anti komunis dituduh sebagai anti pemerintah. Manifesto Kebudayaan (Manikebu), sebagai organisasi para seniman dibubarkan pemerintah pada bulan Mei 1964. Kebijakan politik luar negeri RI pada waktu itu lebih condong ke Blok Timur yakni dengan terbentuknya Poros Jakarta-Peking.
Puncak ketegangan politik terjadi secara nasional pada dini hari tanggal 30 September 1965 atau awal tanggal 1 Oktober 1965, yakni terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. Penculikan ini dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya sebagai Gerakan 30 September. Aksi ini di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung, komandan Batalyon I Cakrabirawa.
Para pimpinan TNI AD yang diculik dan dibunuh oleh kelompok G 30 S/ PKI tersebut adalah sebagai berikut:
- a. Letnan Jenderal Ahmad Yani.
- b. Mayor Jenderal R. Suprapto.
- c. Mayor Jenderal Haryono MT.
- d. Mayor Jenderal S. Parman.
- e. Brigadir Jenderal DI. Panjaitan.
- f. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
- g. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean.
Menghadapi situasi politik yang panas tersebut Presiden Sukarno berangkat menuju Halim Perdanakusumah, dan segera mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Mayor Jenderal Suharto selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) mengambil alih komando Angkatan Darat, karena belum adanya kepastian mengenai Letnan Jenderal Ahmad Yani yang menjabat Menteri Panglima Angakatan Darat. Dengan menghimpun pasukan lain termasuk Divisi Siliwangi, dan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edi Wibowo, panglima Kostrad mulai memimpin operasi penumpasan terhadap Gerakan 30 September.
Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam operasi ini sebagai berikut:
- (1) Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi untuk merebut kembali RRI dan Kantor Telkomunikasi sekitar pukul 19.00. Dalam sekitar waktu 20 menit operasi ini berhasil tanpa hambatan. Selanjutnya Mayor Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan lewat RRI yang isinya sebagai berikut. (a) Adanya usaha usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan dirinya Gerakan 30 September. (b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat. (c) Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan sehat. (d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada.
- (2) Menjelang sore hari pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 06.10 operasi yang dilakukan oleh RPKAD yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo dan Batalyon 328 Para Kujang. Operasi ini berhasil menguasai beberapa tempat penting dapat mengambil alih beberapa daerah termasuk daerah sekitar bandar udara Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan Gerakan 30 September.
- (3) Dalam operasi pembersihan di kampung Lubang Buaya pada tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk seorang anggota polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman diketemukan sebuah sumur tua tempat jenazah para perwira Angkatan Darat dikuburkan. Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI tersebut mendapat penghargaan sebagai pahlawan revolusi.
Ketika gerakan 30 September ini menyadari tidak adanya dukungan dari masyarakat maupun anggota angkatan bersenjata lainnya, para pemimpin dan tokoh pendukung Gerakan 30 September termasuk pemimpin PKI D.N. Aidit segera melarikan diri. Dengan demikian masyarakat semakin mengetahui bahwa Gerakan 30 September yang sebenarnya melakukan pengkhianatan terhadap negara ini.